Yayasan Bunga Bangsa Bondowoso

menyantuni anak yatim dan tahfidz

Tag Archive : Utsman bin Affan

Kisah Rasulullah #32

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Dahsyatnya Iman

Abu Thalib memanggil Rasulullah dan berkata,

“Muhammad, orang orang Quraisy kembali datang padaku dan mengatakan, ‘Wahai Abu Thalib, engkau adalah orang terhormat dan terpandang di kalangan kami. Oleh karena itu, kami meminta baik-baik kepadamu untuk menghentikan keponakanmu itu, tetapi tidak juga engkau lakukan. Ingatlah, kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek moyang kita, tidak menghargai harapan-harapan kita, dan mencela berhala berhala kita. Suruh diam dia atau kami lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa! ‘ “

Abu Thalib memandang wajah keponakannya lekat-lekat, hampir seperti memohon, lalu katanya,

“Jagalah Aku, Nak. Jaga juga dirimu. Jangan Aku dibebani dengan hal-hal yang tidak dapat kupikul. “

Rasullullah tertegun. Beliau tahu, pamannya seolah sudah tidak berdaya lagi membelanya. Pamannya hendak meninggalkan dan melepasnya. Sementara itu, kaum muslimin masih lemah dan belum mampu membela diri. Namun, semua diserahkan pada kehendak Allah. Rasullullah bertekad untuk terus berdakwah. Lebih baik mati membawa iman daripada menyerah atau ragu-ragu.

Oleh karena itu, dengan seluruh kekuatan jiwa, Rasulullah berkata,

“Paman, demi Allah, kalau pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan apakah kemenangan itu ada di tanganku atau aku binasa karenanya.”

Begitulah kedahsyatan iman Rasulullah. Abu Thalib sampai tertegun dan gemetar mendengar tekad keponakannya itu. Rasulullah pergi sambil menitikkan airmata, tetapi Abu Thalib memanggilnya kembali sambil berkata,

“Anakku katakanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau apa pun yang terjadi.”

Utsman dan Ruqayyah

Sore itu, Rasulullah pulang ke rumah dengan hati yang sangat sedih. Seharian, beliau melihat para pengikutnya disiksa.

Betapa berat penderitaan orang-orang Muslim saat itu. Khadijah menghampiri suaminya tercinta. Dihibur dan dikuatkannya kembali diri Rasulullah .

Tiba-tiba, pintu terbuka. Ruqayyah, putri kedua Rasulullah, tiba-tiba masuk sambil menangis. Ruqayyah mendekap pangkuan ibunya sambil menangis tersedu-sedu.

“Ada apa, sayang?” tanya Khadijah begitu lembut, menutupi kekhawatirannya sendiri akan berita buruk yang dibawa putrinya itu.

“Suamiku menceraikan aku, Bunda,” isak Ruqayyah. “Ayah mertuaku, Abu Lahab, menyuruh suamiku menceraikan aku dan suamiku menurut. Ia dijanjikan akan dinikahkan kembali dengan putri bangsawan.”

Rasulullah dan Khadijah saling bertatapan sedih. Sudah sekejam itu Abu Lahab bertindak untuk menyakiti Rasulullah dan keluarganya.

“Ummu Jamil, ibu mertuaku, merobek-robek bajuku,” lanjut Ruqayyah pilu. “Abu Lahab memukuliku. Abu Lahab, Ummu Jamil, dan suamiku, Utbah, bersumpah tidak akan menerima lagi kehadiranku selama ayah masih tetap mendakwahkan Islam.”

Seberapa pun tabahnya Khadijah, akhirnya air matanya menitik juga melihat putrinya yang kini menjadi orang terusir. Dengan lembut, Rasulullah memeluk putrinya itu dan menghapus air mata di pipinya.

“Aku lebih sayang Ayah dan Bunda daripada siapa pun di dunia ini,” bisik Ruqayyah kepada Rasulullah.

Dengan hati pilu, Rasulullah pergi menemui Abu Bakar. Rasulullah menceritakan kejadian yang menimpa Ruqayyah.

“Ya Rasulullah,” kata Abu Bakar dengan lembut.

“Sebenarnya, dari dulu, Utsman bin Affan sudah menaruh hati pada Ruqayyah, tetapi Utbah mendahuluinya. Utsman sangat menyesal tidak dapat menyunting putri Anda.”

Mendengar penuturan Abu Bakar, Rasulullah pun kemudian menikahkan Utsman dengan Ruqayyah. Untuk sementara, berakhir satu kesedihan.

Masih banyak lagi cobaan dan ujian lain yang akan mendera Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya.

Duri-duri di Jalan

Gangguan Ummu Jamil dan Abu Lahab semakin menjadi jadi. Setiap kali Rasulullah ﷺ berjalan untuk menemui para pengikutnya, setiap itu pula beliau menemukan duri-duri bertebaran di jalan. Perlahan dan berhati-hati, Rasulullah ﷺ melangkah agar duri tidak menembus kakinya. Namun, hampir setiap kali pula dalam keadaan itu, kotoran dan batu melayang ke arah beliau.

Suara tawa melengking terdengar jika Rasulullah ﷺ tengah sibuk menghindari lemparan batu dan kotoran. Sambil menghapus kotoran yang melekat di pakaian, Rasulullah menoleh ke arah suara tawa. Ummu Jamil dan Abu Lahab kelihatan begitu menikmati penderitaan Rasulullah ﷺ. Ummu Jamil berpakaian mencolok dan selalu menatap Rasulullah ﷺ dengan tatapan menghina.

“Lihat!” lengking Ummu Jamil,

“Inilah Muhammad, anak gembel yang berani membawa agama baru! Agama yang dikiranya dapat menyamakan kedudukan para bangsawan dan budak!”

Rasulullah ﷺ tidak berkata apa-apa untuk membalas. Beliau hanya balik menatap dengan tatapan yang tajam.

“Percuma kamu banyak berkata, istriku! Telinganya sudah tuli!” Sembur Abu Lahab. “Hai, para budak! Lanjutkan kesenangan kalian!”

Seketika itu juga, budak-budak kuat bertubuh besar milik Abu Lahab dan Ummu Jamil kembali melempari Rasullulah ﷺ dengan batu, kotoran, dan pasir. Diperlakukan seperti itu, Rasulullah ﷺ tidak membalas sedikit pun. Beliau hanya menghindar, menahan sakit, seraya bersabar dan terus bersabar.

(Bersambung)

Kisah Rasulullah #28

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ
مُحَمد

Shalat

Shalat adalah satu di antara ibadah pertama yang diajarkan Allah kepada Rasulullah ﷺ. Suatu saat, ketika Rasulullah ﷺ dan Khadijah sedang melaksanakan shalat, datanglah Ali bin Abu Thalib. Ali yang saat itu masih anak-anak, tertegun melihat Rasulullah ﷺ dan Khadijah rukuk, sujud, serta membaca ayat-ayat Al Qur’an.

“Kepada siapa kalian sujud?” tanya Ali ketika Rasulullah ﷺ dan Khadijah selesai shalat.

“Kami sujud kepada Allah,” jawab Rasulullah, “Allah telah mengutusku dan memerintahkan aku mengajak manusia menyembah Allah.”

Kemudian, Rasulullah ﷺ mengajak sepupunya itu untuk beribadah kepada Allah semata serta meninggalkan berhala berhala semacam Lata dan Uzza. Rasulullah pun membacakan beberapa ayat Al Qur’an yang membuat Ali bin Abu Thalib terpesona karena ayat-ayat itu demikian indah.

Ali meminta waktu untuk berunding dengan ayahnya terlebih dahulu. Semalaman itu, Ali merasa gelisah.
Esoknya, ia memberitahu kan kepada Rasulullah ﷺ dan Khadijah bahwa ia akan mengikuti mereka berdua, tidak perlu meminta pendapat ayahnya, Abu Thalib.

“Allah menjadikan saya tanpa saya perlu berunding dulu dengan Abu Thalib,” demikian kata Ali, “apa gunanya saya harus berunding dengan dia untuk menyembah Allah?”

Jadi, Ali adalah anak pertama yang memeluk Islam. Kemudian, Zaid bin Haritsah, bekas budak yang ikut Rasulullah ﷺ, ikut masuk Islam juga.
Sampai di situ, Islam masih terbatas pada keluarga Rasulullah: istri beliau, sepupu beliau, serta bekas budak yang ikut beliau. Apa yang harus beliau lakukan untuk menyebarkan Islam lebih luas lagi? Beliau tahu betul betapa kerasnya dan betapa kuatnya orang-orang Quraisy menyembah berhala yang diwarisi dari nenek moyang mereka.

Walau demikian, Islam ini harus disebarkan, betapa pun kerasnya perlawanan orang.

Keislaman Abu Bakar

Abu Bakar bin Abu Quhafa dari kabilah bani Taim adalah teman akrab Rasulullah ﷺ sejak zaman sebelum Rasulullah diangkat menjadi utusan Allah. Rasulullah amat menyukai sahabatnya itu karena Abu Bakar adalah orang yang bersih, jujur, dan dapat dipercaya.

Suatu hari, Abu Bakar mendengar desas-desus tentang Rasulullah ﷺ. Beliau segera keluar mencari sahabatnya itu. Ketika mereka bertemu, Abu Bakar bertanya kepada Rasulullah,

“Wahai Abu Qasim (salah satu panggilan Rasulullah), ada apa denganmu? Kini engkau tidak lagi terlihat di majelis kaummu dan kudengar orang-orang menuduh, bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan masih banyak lagi yang mereka katakan.”

“Sesungguhnya, aku adalah utusan Allah,” sabda Rasulullah ﷺ,

“Allah mengutusku untuk menyampaikan risalah-Nya. Sekarang, aku mengajak kamu kepada agama Allah dengan keyakinan yang benar. Demi Allah, sesungguhnya, apa yang kusampaikan adalah kebenaran. Wahai Abu Bakar, aku mengajak kamu untuk menyembah Allah yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan janganlah menyembah kepada selain-Nya, dan untuk selamanya kamu taat kepada-Nya.”

Rasulullah ﷺ memperdengarkan beberapa ayat Al Qur’an. Selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung memeluk Islam. Melihat keislaman sahabatnya itu, Rasulullah amat gembira. Tidak seorang pun yang ada di antara dua gunung di Mekah yang kegembiraannya melebihi kegembiraan Rasulullah saat itu.

Abu Bakar segera mengumumkan keislamannya itu kepada teman-temannya. Beliau juga mengajak mereka mengikuti Rasulullah.
Dalam waktu singkat, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa’ad bin Abu Waqash pun menemui Rasulullah dan masuk Islam.

Keislaman Utsman bin Affan

Utsman bin Affan menuturkan sendiri tentang keislamannya:

“Aku datang kepada bibiku Urwah binti Abdul Muthalib untuk menjenguknya karena ia sakit. Tidak lama kemudian, Rasulullah ﷺ datang ke tempat itu juga dan aku perhatikan beliau. Waktu itu, tampak jelas kebesarannya. Beliau pun menghampiri aku dan berkata,
“Wahai Utsman, mengapa kau memerhatikan aku begitu rupa?”

“Aku menjawab, ‘Aku merasa kagum terhadap engkau dan terhadap kedudukan engkau di antara kami. Aku juga kagum dengan apa yang dibicarakan orang-orang mengenai dirimu.”

Utsman melanjutkan, “Kemudian, Rasulullah mengucapkan kalimat ‘Laa illaha illallah’. Demi Allah, mendengar kalimat itu, aku langsung bergetar.
Kemudian, Rasulullah membacakan ayat,

وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ ٢٢

فَوَرَبِّ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّهُ لَحَقٌّ مِثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنْطِقُونَ ٢٣

“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu. Maka, demi Tuhan langit dan bumi, sungguh, apa yang dijanjikan itu pasti terjadi seperti apa yang kamu ucapkan.”
(Adz Dzariyat, 51: 22-23).

Kemudian, Rasulullah ﷺ berdiri dan pergi keluar. Aku pun mengikuti beliau dari belakang. Kemudian, aku menghadap beliau dan aku masuk Islam.”

Pengorbanan Seorang Istri

Khadijah yang berasal dari kalangan bangsawan Mekah, sadar betul bahwa suaminya kelak akan dibenci oleh orang orang kafir. Beliau berjuang di sisi suaminya, memilih Islam, dan menjadi pengikut pertama.
Khadijah menukar segala harta miliknya dengan kejayaan Islam yang tidak pernah beliau nikmati.

(Bersambung)